Tulisan Keren Tentang Bibit Bibit Kapitalis

BIBIT-BIBIT KAPITALIS di DARAH KITA
By Jaya Setabudi ( founder Yukbisnis )

Opo sih yang dimaksud Kapitalis?

KBBI
kapitalis/ka·pi·ta·lis/ n kaum bermodal; orang yang bermodal besar; golongan atau orang yang sangat kaya;
kapitalisme/ka·pi·tal·is·me/ n sistem dan paham ekonomi (perekonomian) yang modalnya (penanaman modalnya, kegiatan industrinya) bersumber pada modal pribadi atau modal perusahaan swasta dengan ciri persaingan dalam pasaran bebas.

WIKIPEDIA
Kapitalisme atau Kapital adalah sistem ekonomi di mana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan membuat keuntungan dalam ekonomi pasar.[1][2] Pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untuk kepentingan-kepentingan pribadi.

TERJEMAH BEBAS SAYA
Kapitalis adalah suatu sistem bisnis yang dibuat untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, dengan modal seminimum mungkin, untuk kepentingan individu/kelompok tertentu, tanpa peduli kerusakan ekosistem sekitar. Kapitalisme adalah paham/gerakan/kultur kapitalis. Memang berkesan ‘miring’, tapi itulah pendapat kebanyakan tentang kapitalis.

Setidaknya ada 4 hal yang mendasari seseorang melakukan sistem kapitalis:
1. Materialisme; menganggap materi sebagai ukuran status sosial.
2. Keserakahan; tak pernah merasa puas atau cukup terhadap apa yang telah didapat.
3. Kekuasaan; harta sebagai sarana untuk meraih tahta, kekuasaan tak terbatas.
4. Warisan; dorongan untuk mewariskan harta ke penerus.

Saya menemukan beberapa kaum kapitalis super kaya, pola hidupnya biasa-biasa saja. Sedekah dari yayasan yang dikelolanya, tak terhitung besar untuk ukuran kekayaannya, kecuali jika ada pos sedekah yang tak saya ketahui. Terus kemana duitnya? Selain untuk ahli waris, membesarkan usaha (re-invest), atau menyiapkan diri untuk naik ke pucuk kekuasaan (politik).

Bagi saya, BENANG MERAH sistem KAPITALIS bukanlah di tujuan, tapi di PROSES. Bagaimana proses mereka mengeruk kekayaan. Sah saja kita membesarkan bisnis kita, apalagi untuk tujuan yang mulia, seperti bersedekah, tapi jangan sampai proses kita mencapai tujuan, MERUSAK EKOSISTEM sekitar dan menghalalkan yang haram.

“Tak akan mensucikan, berwudlu dengan air kencing”

BUDAYA SUAP
Di kelas UKM, tak terasa kebijakan pemerintah (legislatif & eksekutif) mempengaruhi bisnis mereka. Namun di kelas TRILIUNER (konglomerat), perubahan kebijakan sedikit saja, akan berakibat rugi triliunan rupiah. Tak heran, para konglomerat, mereka melakukan ‘suap’ kepada para aparat dan pejabat untuk membuat atau mempertahankan kebijakan yang pro mereka. Itu juga termasuk KAPITALIS, karena merusak MORAL bangsa, demi UANG. “Terpaksa”, katanya. Kaya raya itu bukan keterpaksaan.

GENCET SANA SINI
Jika uang sudah menjadi tuhan, maka setan menjadi penuntunnya. Tak peduli orang lain rugi, alam rusak, yang penting untung gede. Bencana alam, lebih banyak diakibatkan keserakahan kapitalis yang merusak alam, dibanding karena faktor takdir Allah.

Dalam film dokumenter The True Cost, materialisme mendorong KESERAKAHAN terhadap fashion. Akibatnya permintaan terhadap kapas, sebagai bahan baku kain meningkat. Para petani berlomba mengejar percepatan panen, sehingga menggunakan pupuk non organik (kimia), yang mengakibatkan struktur tanah rusak dan semakin rakus. Kerusakan alam pun terjadi, bencana tinggal hitungan waktu.

Di sisi lain, pakaian bekas, meski disumbangkan kepada kaum dhuafa secara merata, tetap berlebih dan menumpuk di negara-negara miskin. Menjadi limbah yang akan terurai hingga ratusan tahun. Siapa yang salah? Kapitalis sebagai produsen, materialis sebagai konsumen, seperti botol dengan tutupnya, KLOP.

SLOGAN YANG MENDORONG MATERIALISME
Saat membantu Sarah Beekmans merumuskan tagline, saya merasa ada yang mengganjal dalam hati. Karena positioning awal, kalung tanduk sapi Sarah Beekmans adalah “Kalungnya Wanita Sosialita”. Apa yang salah? Sama saja kami berkontribusi mendorong kebanggaan terhadap materialisme, “Pakai ini lho, biar kamu kelihatan kelas kaya”. Astaghfirullaah..

Setelah diskusi dengan Sarah, pendiri Sarah Beekmans, berubahlah positioning menjadi, “Kemewahan yang tak lekang waktu, tanpa merusak alam”. Hal itu dirumuskan dalam 1 tagline yang cantik, “Eco Timeless Luxury”. Jangan sampai kita turut mengampanyekan materialisme.

BUDAYA PAMER
Kenapa saya antipati dengan MLM? HAMPIR SEMUA gerakan MLM memotivasi membernya dengan MATERIAL. Sering ‘memaksakan’ diri untuk membeli mobil mewah, rumah mewah, kapal keruk, ehh pesiar, sebagai ‘pancingan kegoblokan’ para calon downline. Pencapaian material menjadi iming-iming untuk join, memicu materialisme. Maka dari itu hampir semua MLM adalah produk Kapitalis. Membeli bukan karena produknya, tapi karena kamuflase iming-iming peluang usahanya.

E-COMMERCE KAPITALIS
Yang namanya karbitan, akan mengganggu ekosistem. Perang harga, jor-joran diskon, dan insentif memang asik bagi pembeli. Asik juga bagi produsen, tapi itu sementara, karena tak alami. Pasar menjadi makin sensitif terhadap harga. Konsumen hanya mau beli di marketplace kapitalis, karena harganya mentok gak masuk akal. Pemilik toko lainnya, baik offline ataupun offline, yang modal cekak, tak dapat bersaing dengan mereka. Alhasil tutup, korban pun mulai berjatuhan. Brand owner senang aja, yang penting laku, tanpa mengeluarkan biaya promosi.

Babak Kedua Dimulai…
DATABASE perilaku konsumen mulai terbaca. Produk apa saja yang laku di pasaran, siapa saja profil pembeli, tanggal beli, jam beli, frekuensi beli, harga jual, lengkaplah HILIR mereka kuasai.

“Lazada diakuisi Alibaba”, sebagian masih bertanya, “So What Vroh..?”. Alibaba adalah pionir marketplace B2B di dunia, artinya mereka memiliki DATABASE PRODUSEN-PRODUSEN TERBAIK di China. Itu artinya penguasaan industri HULU.

Jika HILIR bertemu HULU, maka “Chinailah Ploduk-Ploduk Indonesia” terjadi. Tinggal tunggu Zalora, adiknya Lazada, dibeli ALIBABA, maka “Chinailah Fashion Indonesia” terjadi. “Matek kon”, kata arek Suroboyo.

Untungnya angka belanja retail online, masih 1% dari total belanja retail Indonesia. Jadi masih ada waktu (yang pendek) untuk membendung kapitalisme di Indonesia.

BIAYA SERENDAH-RENDAHNYA
Balik ke Prinsip Ekonomi, doktrin sejak SD yang kita sering dengar dari guru kita, “Prinsip ekonomi adalah usaha untuk mendapatkan hasil tertentu dengan pengorbanan yang sekecil mungkin”. Bagus kan? Iya, terus siapa yang akan dikorbankan?
- Upah buruh semurah mungkin.
- Beli ke petani semurah mungkin.
- Bayar ke supplier/kontraktor selama mungkin, sampe kiamat.
- Jika bisa ditekan, kenapa diluangkan?
- Penghematan kesejahteraan karyawan, untuk biaya foya-foya pemilik perusahaan.
- Jika diperlukan, sikut sana sikut sini, oke saja.

Akankah bertemu ‘prinsip ekonomi’ dengan kata ‘dermawan’?

“Bisnis ya bisnis, harus hitungan, beda dengan sedekah”. Teringat sekali, mendengar perkataan itu dari seorang berjenggot panjang, berpeci putih dan berbincang tentang ‘nasionalisme dan syariah’.

Kenapa tidak dalam setiap proses bisnis kita, terlibat kasih sayang dan kemurahan hati? Kenapa harus menekan, jika sanggup membayar lebih? Kenapa tidak mengayakan orang lain dalam jalur bisnis kita? Bukankah mereka juga stake holder dan bagian dari ekosistem bisnis kita?

Tak sadar, selama ini prinsip kapitalis itu telah mendarah daging pada diri kita, sehingga kesuksesan kita membutuhkan tumbal orang lain.

APA BENTENGNYA?
“Deskripsikan kata cukupmu, agar datang kata syukurmu”. Jika seseorang mengecilkan ‘angka cukupnya’, maka setiap kelebihan akan menjadi kata syukurnya. Jangan tunggu kaya dulu baru sedekah, tapi sedekahlah saat ini juga (bukan mengharap kaya), dalam setiap prosesnya.

Jika harga sudah ‘wajar’, berhentilah untuk menawar. Berilah kelonggaran kepada pedagang lain. Jika gerakan ini bergulir, maka akan datang suatu masa, dimana kebaikan itu akan mendatangi diri sendiri.

Semoga...

Komentar